Kamis, 14 Januari 2010

ARSITEKTUR PERMUKIMAN TRADISIONAL CINA DI KAWASAN PECINAN SEMARANG

ABSTRAK

Arsitektur permukiman tradisional Cia, dapat dikenali dengan beberapa parameter pokok. Parameter ini menurut beberapa kajian teori adalah struktur dan bentuk kota, jaringan jalan, lokasi dan posisi klenteng, tipe dan arsitektur bengunan, orientasi dan arah hadap, serta sistem simbol yang terkait dengan bentuk, fungsi dan warna. Dengan menggunakan metode deduktif kualitatif rasionalistik, parameter-parameter yang masih dapat ditemui di kawasan permukiman Pecinan Semarang adalah struktur jalan yang berbentuk grid, klenteng di ujung gang, dan rumah tipe courtyard dan ruko masih bisa si jumpai di kawasan ini, walaupun jika dicermati lebih dalam, beberapa pengaruh budaya moderen dan Jawa juga sudah mulai terasa. Dari sisi penerapan fengsui, walaupun masyarakat saat ini tidak mengerti mengapa dan kenapa, tetapi jika di telusur, konsep utara-selatan, peletakan benda penangkal hawa buruk baik berupa klenteng di ujung gang, patung sepasang singa, tulisan kaligrafi lilian tui, gambar patung penjaga pintu dan pewarnaan merupakan bebarapa contoh dari penerapan ilmu Feng Shui yang sampai saat ini masih mereka jalankan. Terkait sengan penerapan sistem simbol, tidak ada perbedaan dengan negeri asal, mengingan bahan dan pemahat langsung didatangkan dari Cina


I. PENDAHULUAN
Ruang dicipta atau tercipta dari pemikiran manusia. Penciptaan maksud ruang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan. Ruang merupakan aspek dari lingkungan yang sangat penting. Hal ini bukan sebuah konsep yang umum atau simpel. Ruang lebih dari sekedar ruang fisik 3 dimensional. Pada waktu dan konteks yang berbeda akan menghasilkan jenis ruang yang berbeda, dan hal ini merupakan isu desain yang penting (Rapoport, 1967).
Permukiman Pecinan Semarang, merupakan salah satu bentuk perwujudan dari norma dan nilai-nilai budaya kaum imigran Tionghoa yang mendarat di Semarang. Kawasan ini memiliki tatanan yang unik, sebagai perwujudan jiwa kaum ini. Banyak hal-hal yang unik yang dapat ditemui di kawasan ini. Hanya sangat disayangkan kebijakan Orde Baru telah banyak menghapus keunikan akan kawasan ini.
Selain itu tuntutan perkembangan aktivitas perekonomian juga semakin mendesak ruang-ruang tradisional yang didesain oleh masyarakat. Upaya revitalisasi kawasan juga lebih banyak menggunakan teori yang hanya didasarkan pada tradisi disain tingkat tinggi (hight-design traditions) dengan teori-teori yang menitik beratkan pada hasil pekerjaan perencana dan perancang kota yang lelah banyak mengabaikan lingkungan-lingkungan yang didesain oleh rakyat biasa atau tradisi populer masyarakat. Kondisi ini tentu menyebabkan makin kaburnya karekter budaya dan ruang tradisional pada permukiman Pecinan Semarang.
Studi ini dilakukan guna mengungkap sisi unik yang masih tertinggal terkait dengan arsitektur permukiman tradisional Cina di kawasan Pecinan Semarang. Melalui metode deskriptif rasionalistis dengan teknik analisis deskriptif empiri, diharapkan pemahaman akan arsitektur permukiman Tradisional Cina di Pecinan semarang dapat teridentifikasi kembali.



Secara sederhana proses penggunaan metode ini dalam studi di Budaya dan Permukiman Tradisional Cina adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1. Diagram Metode Deduktif Rasionalistis

Sumber: Sudaryono (2006)

Melalui pendekatan di atas dan dari kajian teoritik yang dilakukan pada Bab II, maka analisis (verifikasi parameter) yang akan dilakukan dalam studi ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel III.1. Matrik Parameter Analisis


Sumber: Diolah dari Sudaryono, 2006 dan beberapa Teori Asitektur Tradisional China

II. KAJIAN TEORI

2.1. Permukiman Tradisional Cina

2.1.1. Struktur Kota

Kota benteng telah ada di negeri Cina pada masa Dinasti Shang (sekitar 1660 S.C atau 100 A.C.). Sepanjang periode Zhdu Barat sampai periode Negara Perang (dari sekitar 1100 B.C. sampai 221 B.C.), sudah menjadi suatu tradisi kota besar dibangun berdasarkan atas kepentingan politis, militer, dan prinsip dan kebutuhan ekonomi, prinsip klasifikasi dan tingkatan telah dirumuskan pada bab Xangren, di catatan negara Kaogong ji juga membahas prinsip-prinsep perencanaan kota dan permasalahan dari klasifikasi dan hirarki kekotaan yang menjadi bahan pertimbangan pembangunan perkotaan pada masa berikutnya.

Di Negeri China pada jaman kuno, 4 kota kecil akan dibangun bersama-sama dengan sebuah kota besar atau kota ukuran sedang. Kantor pemerintah dan Istana akan ditempatkan di dalam kota yang lebih kecil yang disebut gonqcheng (palace-cas/kota istana), yacheng (government-city/kota pemerintahan),atau zicheng (kota kecil).

Setelah abad yang kedua sebelum masehi, kota yang ukurannya lebih kecil (lifang atau fang) kebanyakan diposisikan di dalam kota yang lebih besar, kadang-kadang diletakkan pada poros/pusat kota. Dari awal mula Negara Yang (475 B.C. - th 960) daerah permukiman pada umumnya dibagi menjadi area segi-empat yang dikelilingi oleh dinding benteng, dengan gerbang pada empat sisi yang bisa tertutup pada malam hari.

Dengan jalan berola grid, fang akan terbentuk dengan sendirinya di pusat kota dan pola kotak ini akan menampakkan keteraturan. Daerah Yang komersil di dalam kota besar disebut dengan shi dan didalamnya ada kota yang lebih kecil yang dikelilingi oleh dinding benteng dengan akses yang terbatas (pintu di buka pada jam tertentu). Kota besar dengan pola seperti disebut lifangzhi chengshi.

Pada masa Dinasti Song dari Utara (pertengahan abad ke sebelas), pertumbuhan ekonomi dan aktivitas masyarakat akhirnya menerobos gerbang pembatas dan batasan waktu. Dinding pasar dan bangsal diruntuhkan, sehingga jalan di perumahan bisa langsung berhubungan dengan jalan utama yang dipenuhi oleh aktivitas pertokoan. Kota besar macam ini disebut Jiexianqzhi chengshi (street-and-lane-system city)


Gambar 2.1. Struktur Kota Tradisional Cina. Benteng berlapis dari kota besar sampai kota kerajaan (imperial city) dan struktur jalan yang papan catur/kisi-kisi (Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2008)

Selain desain kota yang koheren, kota juga diatur oleh prinsip-prinsip perencanaan yang sederhana dengan menggunakan aturan organisasi sosial jaman kuno. Prinsip-prinsip ini diantaranya diwujudkan dalam konsep dinding tertutup/pagar keliling, orientasi utara selatan, jalan yang rectiliniear atau checkerboar (papan catur) dan rumah-rumah dengan halaman yang dikelilingi pagar/dinding (courtyard urban dwelling)(Nobert,1992).

2.1.1. Pola Jaringan Jalan Berbentuk Grid/Rectalinear dan Lansekap Kawasan

Jalan-jalan di kota China biasanya membujur dari utara-selatan dan barat-timur, pola ini akhirnya membentuk sejumlah blok besar. Jalan utama/primer adalah jalan masuk kota, jalan sekunder dalam jaringan ini tidak begitu tersistematik sebagai elemen utama yang berada dalam blok kota adalah perumahan. Konsekuensinya jalan sekunder sering terputus di tikungan atau jalan sempit, tempat jalan berakhir (jalan buntu).

Jalan kota berfungsi sebagai pasar (market place). Pada kota-kota yang lebih kecil aktivitas komersial terpusat di sebagian kecil dari jalan-jalan sedang pada kota yang lebih besar seluruh kawasan (district) digunakan untuk aktivitas komersial yang intensif. Setiap jenis aktivitas komersial terkumpul pada sebuah jalan mengelompok sesuai dengan jenis usaha atau perdagangan spesifik/kawasan bisnis (businness districts). Pemilik toko di beberapa ruas jalan akan sering membentuk asosiasi untuk melindungi keuntungan mereka.

2.1.2. Lokasi dan Posisi Klenteng

Di luar jalan-jalan utama, di perkampungan padat penduduk dengan rumah-rumah kecil, selalu dilengkapi dengan kuil kecil/klenteng. Klenteng pada permukiman tradisional dapat ditemui disepanjang jalan utama kawasan atau pada perempatan/persimpangan atau pada tikungan jalan sempit/gang (temples in this neighborhood are found along main streets or at intersections or bends in the smaller lanes).



Demikian juga dengan ruang-ruang di ujung jalan (ruang yang tusuk sate) juga dimanfaatkan sebagai ruang untuk bangunan kuil/klenteng. Klenteng-klenteng ini berfungsi sebagai sebagai pusat kegiatan social dari masyarakat sama baiknya sebagai tempat melakukan aktivitas kerja bersama. Guna lebih jelasnya karakter ini dapat dilihat pada gambar berikut:

2.1.1. Tipe dan Arsitektur Bangunan Tradisional

2.1.1.1. Rumah Tradisional Courtyard

Courtyard merupakan tipe bangunan rumah tunggal besar terdiri atas ruang untuk penggunaan berbeda, beberapa rangkaian halaman (courtyard) yang tersusun menjadi satu. Ukuran yang diterapkan dalam rangkian ini adalah jian, yang berhubungan satu dengan yang liannya menjadi satu bangunan besar dan menciptakan suatu halaman di antara bangunan.

Kebanyakan halaman diorientasikan utara selatan dengan bangunan yang paling utama disebut zhengfang, yang diletakkan pada bagian tengah di sisi utara, menghadapi selatan. Di depan zhengfang, pada sisi barat dan timur terdapat bangunan yang lebih kecil yang berhadapan satu sama lain yang disebut xiangfang atau sayap sedang sepanjang selatan membingkai dari bundel menjadi nafang atau bangunan di sisi selatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cece dan jamilla lagi

Status YM Status YM